Kementerian
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PANRB) terus
berupaya meningkatkan pelayanan publik. Salah satunya dengan
meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) aparatur yang menangani
masalah pelayanan publik secara nasional. Kali ini, dipertajam pada
fokus evaluasi dan monitoring pelayanan publik.
Peningkatan
kualitas SDM aparatur dilakukan dengan mengirimkan 15 orang pegawai
untuk mengikuti Pelatihan Monitoring Pelayanan Publik yang dikemas dalam
tajuk Public Service Monitoring Indonesia Study to Australia di
Institute for Public Policy and Governance (IPPG) - University of
Technology Sydney (UTS), yang dilaksanakan tanggal 8 – 21 Oktober 2017.
Pelatihan ini diselenggarakan atas kerja sama Kementerian PANRB dengan
SPIRIT Bappenas.
Tiap
tahun, Kementerian PANRB telah melakukan evaluasi pelayanan publik pada
berbagai sektor di Pemerintah Daerah. Dengan evaluasi yang optimal, maka
akan mendapatkan umpan balik yang tepat bagi perbaikan kebijakan
pelayanan publik.
Setelah
sepuluh hari pelatihan, para peserta mengaku mendapatkan pencerahan yang
bermanfaat untuk perbaikan evaluasi dan monitoring pelayanan publik.
Koordinator Peserta Pelatihan yang juga menjabat sebagai Asdep
Koordinasi Pelaksanaan, Kebijakan, dan Evaluasi Pelayanan Publik Wilayah
III Kementerian PANRB Damayani Tyastianti mengatakan bahwa peserta
mendapatkan banyak ilmu teori evaluasi maupun praktek evaluasi yang
diterapkan di Australia. Teori terkait monitoring dan evaluasi, mulai
dari pengukuran, pengolahan data, dan bagaimana pelaporannya. Menariknya
lagi, cara evaluasi yang dilakukan di Australia dan Indonesia terdapat
perbedaan.
“Di
Indonesia, kami memakai instrumen evaluasi yang sifatnya general dan
dianggap bisa dipakai untuk semua sektor. Tapi kalau di sini, instrumen
dibuat satu-persatu. Selain itu, outcome juga dilihat tidak hanya
customer service satisfaction,” ujarnya.
Kepala
Bidang Koordinasi Pelaksanaan Kebijakan dan Evaluasi Pelayanan Publik
Wilayah III-2 Kementerian PANRB Muhammad Yusuf Kurniawan yang juga
mengikuti pelatihan menceritakan bahwa banyak ilmu yang bisa dibawa
pulang ke Indonesia. “Kalau secara praktis kami memiliki sudut pandang
baru mengenai monitoring dan evaluasi penyelenggaraan pelayanan publik,
seperti misalnya bagaimana keterlibatan masyarakat, bagaimana teknik
survei dilakukan dan lain sebagainya,” jelasnya.
Banyak
hal yang bisa diterapkan di Indonesia. Menurut Yusuf, perlu menerapkan
ATM yakni Amati, Tiru, dan Modifikasi. Banyak praktek penyelenggaraan
pelayanan publik yang baik di Australia dan bisa diterapkan di
Indonesia. “Namun perlu kiranya dilakukan modifikasi dalam
pelaksanaannya, yang disesuaikan dengan sistem pemerintahan,” imbuhnya.
Contohnya
dalam menjaring aspirasi masyarakat dalam peningkatan kualitas
pelayanan publik. Saat pelatihan, peserta berkesempatan mengunjungi
Burwood Council. Di sana, dengan mudah menjaring aspirasi warganya hanya
melalui telepon. “Hal tersebut kemungkinan agak sulit untuk diterapkan
di Indonesia dan karakter masyarakat Indonesia karena masyarakat
Indonesia yang guyub dan senang bertatap muka lebih menyukai untuk
bertemu jika akan menyampaikan aspirasinya ketimbang lewat telepon,”
ujar Yusuf.
Kementerian
PANRB juga baru saja mengembangkan kebijakan Forum Konsultasi Publik.
Di sini, bisa memodifikasi teknik Engagement Community yang dipraktekkan
di Pemerintahan Australia, yaitu lebih mengutamakan masukan masyarakat
dalam perumusan kebijakan di bidang pelayanan publik dengan berbagai
cara dan teknik untuk kemudian dituangkan dalam rencana strategis
penyelenggaraan pelayanan publik tersebut.
Hal
menarik lainnya adalah dokumen rencana strategis yang dibuat simple.
Hanya 28 lembar serta memuat 5 tema dan 25 sasaran strategis, namun
isinya mudah dipahami. Rencana strategis ini untuk 20 tahun ke depan.
Perencana
Pertama Kementerian PANRB Ceria Oktora mengatakan bahwa ada hal menarik
terkait pelayanan publik di rumah sakit Australia. Pemerintah memiliki
sebuah website yakni myhospitals.gov.au yang menyajikan transparansi
informasi untuk publik. Perbandingan kecepatan layanan yang diberikan
oleh seluruh Rumah Sakit di Sydney terpampang jelas dan data yang
disajikan sangat up to date.
Selain
itu, peserta juga mendapatkan ilmu mengenai capacity building dalam
pelatihan. Mulai dari etika pegawai sampai manajemen organisasi.
Bagaimana pentingnya melakukan survei pegawai untuk meningkatkan
kompetensi pegawai juga dikupas tuntas.
Dalam
pelatihan terkait monitoring dan evaluasi tersebut, poin paling penting
dalam melakukan evaluasi adalah tidak hanya menghasilkan data namun juga
manfaat yang akan diperoleh. “Ini PR besar yang tidak mudah dilakukan,”
ujar Damayani.
Untuk
kedepannya, rencana akan dibuat beberapa project percontohan dengan
menggunakan instrumen evaluasi yang baru. “Namun kami akan diskusikan
lagi setelah tiba di tanah air untuk kelanjutannya,” jelasnya.
Selama
pelatihan peserta mendapatkan beberapa materi mengenai pelayanan publik
dan sistem pemerintahan Australia, antara lain The System of Government
in Australia, Institutional Framework for Public Sector Capacity
Building, The Role of Public Service Providers, The Difference Between
Competency and Capability Frameworks for Public Sector Capacity
Building, Application of Capability Frameworks for Sub National
Government (Local and State), Approaches to Public Sector Performance
Management and Reporting, Designing a Performance Monitoring Program for
the Public Sector, National Performance Reporting Case Studies,
Customer and Service User Satisfaction and Measurement, dan Public
Service Monitoring Case Studies in Practies.
Beberapa
pengajar professional yang memberikan kuliah adalah Roberta Ryan, Sophie
Bruce, Bligh G, dan Glen Fahey. Sementara peserta pelatihan terdiri
dari pegawai di lingkungan Kementerian PANRB, yakni Damayani Tyastianti,
Noviana Andrina, Herman Suryatman, Aris Samson, Muhammad Yusuf
Kurniawan, Weki Handono, Yenni Afriani Maria Sitohang, Fanoeel Thamrin,
Rizky Amelia Ayuningtyas, Pandji Saputra, Jauhar Faisal Rahman, Reisha
Ryanurti, Ceria Oktora, dan Meyga Primadianti.